beritaangin.com – Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa DPR berhak menggunakan hak angket untuk menyelidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut dia, KPK yang dibentuk oleh undang-undang berarti tak bisa lepas dari pengawasan DPR.
“Dapatkah DPR secara konstitusional melakukan angket ke KPK? Saya jawab, karena KPK dibentuk dengan Undang-undang, maka untuk mengawasi pelaksanaan UU itu DPR dapat melakukan angket terhadap KPK,” kata Yusril saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) Panitia Khusus Angket KPK dengan pakar hukum di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (10/7).
Selain Yusril, ada pula pakar hukum Zain Badjeber yang juga dihadirkan dalam RDPU Pansus Angket KPK. Hanya saja, Yusril mengaku tak berwenang menjelaskan hal dari KPK yang bisa diangket.
Yusril menjelaskan, angket memang sudah dikenal dan dipraktikan di awal Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Dalam menjalankan tugasnya, KNIP dilengkapi dengan angket.
Menurut Yusril, hak angket juga digunakan pada 1950 ketika DPR bernama DPRS yang merupakan gabungan KNIP dan anggota RIS. Kemudian, pada 1954 juga ada UU Nomor 7 Tahun 1954 tentang angket. Pemberlakuan UU itu cukup lama atau sampai lahirnya UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).
Karenanya Yusril menegaskan, angket bukan sesuatu yang baru di sistem parlementer. “Angket itu melekat di DPR,” katanya.
Dia juga menjelaskan, dalam UUD 45 disebutkan tugas DPR. Yakni membuat UU, pengawasan, dan membahas anggaran. “Dalam rangka tugas pengawasan DPR dibekali hak untuk menyelidikan,” kata Yusril.