Beritaangin.com – Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menilai, rilis sketsa terduga pelaku penyerangan terhadap Novel Baswedan yang disampaikan oleh Kapolda Metro Jaya kemarin, sama sekali tidak menunjukkan perkembangan baru.
Bahkan menurutnya, hal ini menunjukkan fakta bahwa banyak kejanggalan dari proses penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian dan sekaligus membuktikan pentingnya dibentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF).
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi ini mengatakan, apa yang diungkapkan Kapolda Metro Jaya memperkuat fakta lambatnya kasus ini ditangani.
Pasalnya, sketsa itu baru dihasilkan polisi 226 hari pasca musibah yang menimpa Novel.
“Padahal sketsa itu sudah dipublikasi dan dimuat oleh salah satu koran dan majalah nasional sejak 1 Agustus 2017 yang lalu,
wartawan lebih cepat menghasilkan sketsa tersebut dibandingkan Polisi,” kata Dahnil lewat pesan singkat yang diterima, Sabtu (25/11/2017).
Menurutnya, sketsa yang dihasilkan berbeda dengan sketsa yang dirilis oleh Kapolri ketika beliau dipanggil Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
“Lalu apakah yang dimaksud dengan perkembangan baru adalah perbedaan itu? Dan kenapa bisa berbeda itu justru menjadi pertanyaan besar,” katanya.
Dahnil juga mempertanyakan salah satu sketsa, mengidentifikasikan salah satu terduga yang sempat dipanggil dan diperiksa oleh polisi. Namun karena menurut polisi memiliki alibi yang kuat, maka yang bersangkutan dilepas oleh polisi.
“Perkembangan positif akan signifikan membuka fakta, apabila dibentuk TGPF, dari kejanggalan-kejanggalan cara kerja polisi tersebut kami khawatir kasus ini justru akan semakin kabur,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Aziz menyampaikan sketsa dua wajah orang yang diduga pelaku penyiraman penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Sketsa itu dirilis Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Aziz dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/11/2017).
Jumpa pers tersebut dilakukan seusai pertemuan tertutup antara Kapolda dan pimpinan KPK.
Dalam pertemuan tersebut, Idham menyampaikan perkembangan penyelidikan yang dilakukan tim Kepolisian.
Idham menjelaskan, sketsa tersebut hasil kerja dari tim Australian Federal Police (AFP) dan Pusat Inafis Mabes Polri.
Mereka menganalisa berdasarkan rekaman CCTV di sekitar lokasi penyiraman Novel.
Idham mengatakan, pihaknya baru mendapatkan gambaran wajah pelaku saat ini lantaran kerja sama dengan AFP butuh waktu untuk proses administrasi.
Selain itu, sketsa tersebut juga hasil keterangan para saksi. Penyidik sudah memeriksa hingga 66 saksi. “Kedua orang ini yang diduga terlibat dalam penyiraman korban Novel Baswedan,” ucap Kapolda.
Idham menambahkan, pihaknya membuka hotline bagi masyarakat yang ingin menyampaikan informasi terkait wajah tersebut. Masyarakat bisa menghubungi nomor telepon 081398844474.
“24 jam ada operatornya, ada ruangannya di Polda Metro Jaya. Kami berharap bantuan masyarakat untuk bisa memberi info kepada jajaran Polda Metro atau kepada teman-teman di KPK,” kata Idham.
Idham menegaskan bahwa pihaknya terus bekerja mengusut kasus itu. Bahkan, di dalam tim tersebut berisi 167 penyidik yang berasal dari Polres, Polda dan Mabes Polri.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sebelumnya pernah merilis sketsa wajah orang yang diduga pelaku.
Ciri-ciri pelaku, yakni tinggi badan antara 167 cm sampai 170 cm, kulit agak hitam, rambut keriting dan badan ramping.
Foto dan ciri-ciri tersebut diungkapkan Tito dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan pada akhir Juli 2017 lalu.
Kapolri menjelaskan, wajah sketsa tersebut berdasarkan gambaran dari saksi yang melihat orang mencurigakan sebelum kejadian.
Kualitas sketsa tersebut dinilai baik sekali atau mendekati wajah yang dilihat oleh saksi.
Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal seusai menjalankan shalat subuh di masjid dekat kediamannya, pada 11 April 2017 lalu.
Luka parah pada kedua mata Novel akibat siraman air keras tak cukup ditangani di Indonesia. Sejak 12 April 2017, Novel mendapatkan perawatan mata di sebuah rumah sakit di Singapura.
Kepolisian disorot publik lantaran belum mampu mengungkap kasus tersebut. Publik mengaitkan kasus tersebut dengan pengusutan kasus-kasus korupsi yang ditangani KPK.
Pada awal November lalu, Presiden Joko Widodo mengaku akan memanggil Kapolri untuk menanyakan perkembangan penyelidikan.