Sidang Praperadilan, KPK Tegaskan Alasan Penanganan Terhadap Kasus BLBI

Beritaangin.com – Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan tersangka kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin Arsjad Temenggung (SAT) dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (31/7/2017).

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pada sidang kemarin KPK menghadirkan dua ahli dan satu saksi fakta. Adapun dua ahli tersebut, yakni ahli Hukum Acara Pidana Adnan Pasliadja dan Ahli Keuangan Negara Siswo Sujanto.

Sementara saksi fakta yang dihadirkan KPK, yakni Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri periode 1999-2000 Kwik Kian Gie.

Pada persidangan, kata Febri, Adnan Pasliadja menjelaskan kewenangan KPK dalam penanganan kasus BLBI yang masuk pada ranah pidana, khususnya tindak pidana korupsi.

Penetapan tersangka dilakukan KPK setelah terdapat bukti permulaan yang cukup.

“Disampaikan juga pada hakim bahwa praperadilan seharusnya tidak masuk pada ranah materi perkara, melainkan bersifat formil,” kata Febri saat dikonfirmasi, Senin.

Bagi KPK, lanjut Febri, keterangan Adnan perlu diperhatikan karena menjelaskan kewenangan yang berbeda antara praperadilan dengan pengadilan tindak pidana korupsi, yang masuk pada pokok perkara nantinya.

Jika mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016, khususnya pada Pasal 2 Ayat (2), maka pengujian status tersangka bersifat formil. Oleh karena, kata Febri, KPK berharap proses praperadilan tetap mengacu pada ketentuan ini.

Sedangkan ahli keuangan negara, Siswo Sujanto menjelaskan dari aspek keuangan negara.

“Khususnya terkait dengan pertanggungjawaban terhadap penggunaan hingga pengembalian uang yang sesungguhnya merupakan uang rakyat Indonesia,” kata Febri.

Febri melanjutkan, Kwik Kian Gie menjelaskan bahwa materi yang diusut KPK berbeda dengan yang pernah ditangani Kejaksaan Agung sebelumnya. Kwik sebelumnya juga pernah diperiksa dalam kasus yang ditangani Kejaksaan Agung.

“Selain itu, saksi (Kwik) mengungkapkan tidak menyetujui adanya penghapusan kewajiban obligor BLBI,” kata Febri.

Febri menyampaikan, mengenai agenda Selasa (1/8/2017), akan diserahkan kesimpulan dari para pihak.

“KPK akan membuat kesimpulan semaksimal mungkin, tentu dengan tetap mengacu pada aturan yang berlaku. Kami berharap publik dapat mengawal proses hukum terhadap kasus BLBI ini,” kata dia.

Dalam penyelidikan kasus ini, KPK menemukan adanya indikasi korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004.

SKL itu terkait pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh sejumlah obligator BLBI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional.

KPK menduga Syafrudin telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara sekurangnya Rp 3,7 triliun.

Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Sjamsul sudah menerima SKL dari BPPN, meski baru mengembalikan aset sebesar Rp 1,1 triliun, dari yang seharusnya Rp 4,8 triliun.

Updated: Agustus 1, 2017 — 12:20 am

Tinggalkan Balasan

PREDIKSIGERHANA.BIZ|Prediksi Togel AKURAT|ANGKA JITU|MASTER JITU|SYAIR LENGKAP|LIVEGAMES IDNPLAY| Info Judi Online Frontier Theme