beritaangin.com – Indonesia kembali terpilih menjadi anggota International Maritime Organization (IMO) periode 2018-2019. Menhub Budi Karya Sumadi ingin menjadikan ini sebagai momentum guna menjadikan Indonesia berada di jajaran depan.
RI Kembali Jadi Anggota IMO, Menhub: Momentum Jadi yang Terdepan
“Alhamdulillah kita bisa masuk dalam kategori C dan kita akan manfaatkan kesempatan ini
untuk meningkatkan kualifikasi dunia maritim Indonesia menjadi yang
terdepan agar dapat memberikan kemaslahatan masyarakat banyak,” kata Budi Karya melalui pesan singkat, Sabtu (2/12/2017) dinihari.
Budi Karya saat ini berada di Sabang untuk mengikuti Sail Sabang. Mantan Dirut AP II ini sebelumnya berada di London selama empat hari untuk memimpin
delegasi Indonesia dalam rangkaian sidang IMO Asembly ke-30. Selepas kepulangan Budi Karya, delegasi dipimpin Dubes RI untuk Indonesia Rizal Sukma.
Dalam kesempatan sebelumnya, Budi Karya mengatakan IMO menjadi kiblat dunia pelayaran internasional. Setiap pembaruan, baik itu peraturan mengenai keselamatan maupun model bisnis terbaru yang lebih efisien, ada di IMO.
Menhub Pimpin Perumusan Strategi Jelang Pemilihan Anggota IMO
“Bisnis yang terjadi di Indonesia itu tidak mengikuti pola bisnis yang terakhir. Kita bisa melakukan itu (mengikuti pola bisnis terbaru) kalau keikutsertaan kita (di
IMO) makin aktif,” kata Budi Karya dalam perbincangan di Baker Street, London, Selasa (28/11) lalu.
Selain berjuang untuk tetap menjadi anggota, kata Budi Karya, Indonesia perlu menempatkan orang yang bekerja di IMO. Dengan begitu, Indonesia bisa memonitor penuh perkembangan terbaru di dunia pelayaran internasional.
Sisi lain keuntungan menjadi anggota IMO, kata Budi Karya, memudahkan pemerintah Indonesia mengaplikasikan arahan Presiden Jokowi mengenai pemberian
kemudahan bagi pelaku usaha. Jokowi mengatakan pemotongan regulasi bisa dilakukan apabila itu memang diperlukan. Di sisi lain, IMO memberikan peta kondisi terbaru mengenai model bisnis yang lebih efisien untuk diterapkan di dunia pelayaran.
“Kita memiliki peraturan menteri, tapi itu bukan kitab suci. Peraturan menteri itu bisa diubah, apalagi Pak Presiden meminta PM itu diubah kalau memang terbukti menghalang-halangi dan membuat tidak efisien. Itu yang menjadi roh ke bisnis. Misalkan soal tarif dan birokrasi. Pasti kalau kita memahami cara-cara modern, kita akan membuat efisiensi,” kata Budi Karya.