beritaangin.com – Dana dari pemerintah untuk partai politik direncanakan akan naik hampir 10 kali lipat. Kenaikan dana parpol itu harus diikuti dengan pengelolaan yang akuntabel dan terbuka.
Kemendagri sedang merancang revisi PP 5/2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik. Anggarannya juga akan dimasukkan ke APBN 2018.
“Kami tahap pengusulan dan ini kan mau dibahas di RAPBNP tunggu nanti disahkan di anggaran,” kata Mendagri Tjahjo Kumolo di Kemendagri, Senin (3/7/2017).
Saat ini, partai politik mendapat dana bantuan dari pemerintah sebesar Rp 108 per suara yang diperoleh saat Pemilu. Rencananya, nominal itu akan naik jadi Rp 1.000 per suara atau hampir 10 kali lipat.
“Sekarang kita berupaya mengusulkan Rp 1.000 dari Rp 108 yang selama 20 tahun nggak naik. Kan wajar,” ujarnya.
Usulan dari Kemendagri ini masih harus mendapat persetujuan dari Kemenkeu dan DPR. Nantinya, dana yang diperoleh tiap parpol tentu bisa bervariasi, tergantung jumlah suara yang diperoleh saat Pemilu.
“Bisa yang tiap lima tahun bisa misalnya dapat Rp 1 miliar. Ada juga lima tahun hanya dapat Rp 10 juta bisa saja,” papar Tjahjo.
Rencana kenaikan dana parpol hingga 10 kali lipat ini mendapat ‘wanti-wanti’ dari KPK. Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menyebut jika penambahan dana bagi partai politik disetujui, maka pengelolaannya harus transparan.
“Partai politik yang sehat tentu membutuhkan biaya, dan biaya tersebut jika ditanggung negara tentu harus akuntabel dan terbuka,” kata Febri Diansyah kepada wartawan di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Senin (2/7/2017).
Febri mengatakan penambahan anggaran itu harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan pemerintah. Karena itu penambahan anggaran harus dibahas bersama Kementerian Keuangan.
“Hitung-hitungan tidak sederhana satu partai dapat berapa, ini perlu pembahasan lebih lanjut dan ini lebih teknis tapi harus disesuaikan dengan kemampuan negara, itu perlu dibahas dengan Kementerian Keuangan. Pemetaan lebih meluas dari kebutuhan partai. Intinya kebutuhan partai politik sebagai salah pilar demokrasi harus bisa ditanggung negara atau pihak donatur yang sifatnya terbuka,” kata Febri.