beritaangin.com – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menanggapi indikasi calon komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang diduga bermasalah.
Ada yang diduga terlibat dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) radikal, gratifikasi, kekerasan seksual, dan lainnya.
“Secara umum saya mulai agak takut dengan perkembangan state auxiliary agency di Indonesia ini atau dalam bahasa umumnya lembaga sampiran negara atau lembaga semi negara. Termasuk Komnas HAM, seperti juga yang terjadi kepada KPK,” kata Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (3/7).
Menurut Fahri, ada tren bahwa lembaga-lembaga ini sebetulnya sudah tidak diperlukan lagi.
Karena, lanjut dia, negara pada dasarnya telah mengalami konsolidasi demokrasi dan penguatan institusi secara baik.
“Siapa yang berani melanggar HAM sekarang, coba? Harusnya kan begitu. Karena sekarang kita sudah punya lembaga atau undang-undang bantuan hukum,” katanya.
Menurutnya, sekarang kalau ada pelanggaran boleh menyewa bantuan hukum termasuk pengacara dan sebagainya. Nah, pada akhirnya lembaga seperti Komnas HAM jadi kelihatan tidak relevan.
“Karena lembaga ini kelihatan tidak relevan, akhirnya memang manajemen di dalamnya juga tambah kacau,” ujarnya.
Sehingga, sambung dia, ada pretensi untuk bersaing dengan lembaga inti, mengembangan kreativitas-kreativitas yang tidak ada dasarnya dalam UU. Termasuk jadi ajang pertarungan.
Karenanya, Fahri mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo nanti bersama DPR melakukan evaluasi semua lembaga semi negara yang sudah dibentuk yang jumlahnya sampai sekarang kurang lebih 106.
Terlebih lagi, sebelumnya Jokowi sudah membubarkan tujuh lembaga seperti itu. Jadi, kata Fahri, keberadaan lembaga-lembaga semi negara lain harus dievaluasi lagi.
“Mumpung kita ini lagi perlu hemat (anggaran), bubarkan saja. Orang toh (kewenangan mereka sudah) ada fungsinya dalam negara,” katanya.
Dia mencontohkan sekarang Komnas HAM ada fungsinya juga di Kemenkumham. Bahkan, di Kemenkumham itu sudah ada Direktorat Jenderal HAM yang memberikan perlindungan pada rakyat.
“Memang diperlukan semacam independensi, ya itu saja diindependenkan. Lebih profesional bekerjanya,” ujarnya.
Menurut Fahri, saat Jokowi membubarkan tujuh lembaga dia meminta hal itu dilanjutkan ke lainnya. Pembubaran itu positif dan tidak ada masalah.
“Nah, ini masih ada 106, gunanya apa buat kita? Menghabiskan uang saja. Termasuk Komnas HAM dan KPK. Karena ini fungsinya ada dalam negara,” katanya.
Makanya, lanjut dia, lembaga-lembaga itu disebut state auxiliary agency karena pada dasarnya fungsi ini ada dalam negara.
Menurut dia, selain pembubaran lembaga sampiran, maka penguatan kelembagaan inti harus dilakukan.
“Lembaga-lembaga inti ini saja diperkuat. Di negara-negara yang demokrasinya matang, lembaga-lembaga ini sudah tidak ada,” katanya.