Beritaangin.com – Pasca dijatuhkannya vonis selama 5 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bantul terhadap pelaku penganiaya kekerasan terhadap anak berusia 4 tahun.
Hal tersebut bukan hanya mengundang protes dari kalangan pihak Korban saja tetapi juga dari banyak pihak.
Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil mengatakan, bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung terkait sejauh mana kapabilitas hakim didalam menjalankan tugas pokok fungsi kerjanya menjatuhkan vonis putusan.
Menurut Politikus asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini ketidakmaksimalan kinerja hakim dalam menjalankan tupoksinya diakibatkan adanya dualisme kewenangan didalam tubuh Mahkamah Agung yakni bagian administrasi dan bagian teknis yudisial.
” Ini yang akan kami sorot, sekaligus di evaluasi yang kami nilai menjadi salah satu faktor hakim sulit mengambil kebijakan secara sehat dan profesional karena independensi mereka terganggu akibat penilaian prestasi kerja hakim berada dibawah struktur administrasi,” ujar Djamil.
Lanjut Politikus asal Aceh ini menuturkan pihaknya akan memasukkan study kasus ini dalam pembahasan Panja RUU Jabatan Hakim agar menjadi masukan sehingga menghasilkan Undang-undang yang memiliki kompetensi yang baik.
“Kami akan bahas di dalam panja, yang jelas kami tidak ingin ketidakadilan di Indonesia semakin meningkat karena adanya tekanan, intervensi oleh Pihak Tertentu dari dalam internal MA terhadap hakim yang mengadili perkara,” tegasnya.
Sementara itu, Mantan Ketua Majelis (KM) Hakim dalam kasus penganiayaan balita Jhonatan Miracle (JM) 4 tahun, Andy Nurvita menilai ada kejanggalan dalam proses persidangan yang dilakukan di dalam perkara tersebut.
Dirinya mencontohkan saat menjadi Ketua Majelis, Terdakwa sempat dikeluarkan dari tahanan selama 3 (tiga) hari tanpa ada surat penetapan pembantaran dari hakim bersangkutan atau tanpa ijin dan sepengetahuan dirinya yang saat itu berkedudukan sebagai ketua majelis perkara a quo.
Pada waktu Terdakwa bisa dikeluarkan dari tahanan oleh pihak Rutan Bantul hanya berdasarkan petunjuk lisan dari Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bantul dibantu oleh Panitera Muda Pidana Pengadilan Negeri Bantul.
Selanjutnya, mendekati putusan atas perkara a quo dijatuhkan oleh Majelis Hakim, tiba-tiba
dirinya langsung dijatuhi hukuman disiplin berat oleh Bawas MA RI dengan alasan yang tidak masuk diakal yaitu menjadi mafia perkara yang mana dirinya tidak pernah melakukan perbuatan yang dituduhkan itu, dilaporkan menjadi mafia perkara oleh pihak tertentu.
Lebih lagi menjalani pemeriksaan oleh Komisi Yudisial atau Bawas MA sesuai prosedur formil terkait tuduhan tersebut.
” Pada hari dimana saya terima pemberitahuan hukuman disiplin dari Badan Pengawas (Bawas MA), posisi saya sebagai ketua majelis perkara a quo langsung diganti dengan Wakil Kepala Pengadilan Negeri (WKPN),” Ujar Andy.
Dirinya juga bisa memaklumi bila pihak korban akhirnya menganggap bahwa Vonis atas perkara tersebut tidak adil bagi korban karena sanksi hukuman yang diberikan dianggap terlalu ringan tidak berdasar fakta yang ada.