Bebas Bersyarat, Antara Hoaks dan Pilihan Ahok 2018
Beritaangin.com, Jakarta – Sebuah pesan berantai beredar lewat aplikasi pesan singkat sejak Selasa (10 Juni 2018). Isinya mengabarkan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bebas.
Tak ada penjelasan memadai, termasuk kapan Ahok akan bebas, dalam pesan yang beredar. Yang jelas, kabar itu menyebar cepat.
BACA JUGA : OTT GUBERNUR ACEH DIDUGA TERKAIT PENGANGGARAN DAERAH
Keesokan harinya, Rabu (11 Juni 2018) siang, kata kunci Ahok Bebas nangkring di tiga besar pencarian google.
Kabar bebas bersyarat Ahok dibantah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Direktur Jenderal Lembaga Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami, menampik kabar itu.
Menurut dia, Ahok sudah memenuhi persyaratan bebas bersyarat. Hanya saja, ia belum mengajukan permohonan.
Perempuan yang akrab disapa Tami itu menduga, ada pertimbangan pribadi yang mengurungkan niat Ahok mengajukan bebas bersyarat.
“Beliau sebenarnya bisa Pembebasan Bersyarat (PB) pada bulan Agustus, tapi sampai saat ini sepertinya Beliau ingin bebas murni,” kata Sri lewat pesan singkat kepada Liputan6.com, Rabu (11/7/2018).
Penegasan serupa disampaikan, Kabag Humas Ditjen PAS Ade Kusmanto. Ia menegaskan Ahok belum bebas.
Hingga saat ini, statusnya masih narapidana. “Pak Ahok belum bebas, hoaks,” tulis Ade lewat pesan singkat kepada Liputan6.com.
Ia lantas mengurai persyaratan pengajuan bebas bersyarat, yakni syarat administrasi dan substantif. Salah satunya terkait masa pidana.
“Jadi (syarat) berkelakuan baik minimal 9 bulan terakhir sebelum masa pembebasan bersyarat, telah menjalani 2/3 masa pidana,” terang Ade.
Selain itu ada pula syarat telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan bersemangat; dan masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana.
Sayangnya, Ade enggan menegaskan apakah Ahok sudah memenuhi persyaratan itu. Yang jelas, Ahok hingga saat ini belum mengajukan pembebasan bersyarat.
“Iya, karena Ditjenpas belum menerima usulan PB tersebut, secara manual maupun online dari Lapas 1 Cipinang,” Ade menyudahi.
Ahok mendekam ke Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Pada 9 Mei 2017, hakim memvonis Ahok hukuman 2 tahun penjara dalam kasus penistaan agama.
Kini Ahok telah menjalani masa hukuman 1 tahun 2 bulan. Ahok juga mendapat remisi sehingga mendapatkan bebas bersyarat Agustus 2018.
Bantahan Keluarga
Kepada Liputan6.com, kakak angkat Ahok, Nana Riwayatie, juga membantah kabar bebasnya Ahok.
“Waktu itu ngomong-ngomong sama lawyer, hitungannya (bebas bersyarat) Agustus, emang hitungannya Agustus,” ujar Nana.
Meski demikian, Nana tak bisa memastikan tanggal berapa Ahok mendapat bebas bersyarat. Lain lagi, Kuasa Hukum Ahok, I Wayan Sudiarta.
Ia memilih irit bicara soal kabar bebas bersyaratnya Ahok. Wayan khawatir pernyataannya justru memunculkan polemik baru.
“Kasihan Pak Ahok kalau saya mengomentari,” katanya ketika dihubungi Liputan6.com. Ia cuma menegaskan Ahok patuh dan mengikuti aturan hukum yang berlaku.
Jawaban yang lebih jelas datang dari Adik Ahok. Fifi Lety Indra, membenarkan kakaknya akan bebas bersyarat pada bulan Agustus 2018. Tapi Ahok memilih bebas murni.
“Soal hitungan bebas murni nanti lah awal Agustus uda dapat kepastian hitungannya, karena tergantung dapat remisi berapa bulan baru lah saya post lagi ya Di sini,” tulisnya di akun Instagramnya.
Saat Ahok menjalani kasus penistaan agama, Fifi juga menjadi salah satu pengacara yang mendampingi.
Soal pertimbangan tak mengajukan permohonan bebas bersyarat juga diungkap Nana Riwayatie, kakak angkat Ahok. Ia menegaskan, Ahok akan tetap menjalankan hari-harinya di dalam tahanan.
“Ahok enggak mau ambil, riskan, takut. Sekarang dia juga lagi sibuk nulis,” jelas Nana.
Dia juga mengaku melarang Ahok keluar dari sel. Menurut Nana, bisa saja pihak-pihak yang tidak suka dengan Ahok mencari jalan agar Ahok kembali mendekam di tahanan.
“Bahaya. Ditilang aja bisa 2 tahun lagi (di penjara). Riskan, ngeri,” ucap Nana. “Saya terutama melarang (Ahok keluar sel). Bahaya,” tegas Nana.
Ia terakhir kali mengunjungi Ahok, saat mantan suami Veronica Tan itu berulang tahun, 29 Juni lalu. Nana menilai, Ahok orang yang taat aturan.
“Orangnya itu disiplin. Keluar halaman Mako Brimob saja tidak mungkin. Dia juga tidak pegang HP (telepon genggam),” ujar Nana.
Kasus Ahok
Kasus yang menimpa Ahok ini bermula dari sebuah video yang diunggah Pemprov DKI. Konten video berisi pidato sambutan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Pulau Pramuka pada 27 September 2016.
“Kan, bisa saja dalam hati kecil Bapak-Ibu, enggak pilih saya karena dibohongi (orang) pakai Surat Al Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak Bapak-Ibu. Kalau Bapak-Ibu merasa enggak bisa pilih karena takut masuk neraka, dibodohin, begitu, enggak apa-apa, karena ini panggilan pribadi Bapak-Ibu. Program ini (budi daya kerapu) jalan saja. Jadi, Bapak-Ibu enggak usah merasa enggak enak karena nuraninya enggak bisa pilih Ahok,” kata Ahok saat itu.
Pernyataan yang menyinggung Surat Al Maidah menjadi polemik. Beberapa orang melaporkan Ahok ke polisi atas dugaan penistaan agama.
Kasus itu juga sempat memicu demonstrasi besar menuntut penegakkan hukum yang segera. Aksi paling masif terjadi pada 2 Desember 2016. Unjuk rasa itu kemudian dikenal sebagai Aksi 212. Kasus ini pun terus bergulir hingga 2017.
Publik terbelah menyikapi kasus ini. Dalam pengusutan kasus ini, Polri melakukan gelar perkara ‘terbuka terbatas’. Sebuah hal yang tak lazim dalam penegakkan hukum.
Kapolri jenderal Tito Karnavian mengambil kebijakan itu untuk meredam polemik yang meluas hingga ke daerah-daerah. Langkah tersebut juga ingin menunjukan Polri transparan dalam mengusut dugaan penistaan agama Ahok.
Akhirnya, penyidik memutuskan menaikan status Ahok sebagai tersangka. Kasus ini berakhir di pengadilan. Majelis Hakim yang dipimpin Dwiarso Budi Santiarto memvonis Ahok dua tahun penjara, Selasa, 9 Mei 2017.
Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya menuntutnya dengan hukuman satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.
Hakim menilai perbuatan Ahok meresahkan warga dan dapat memecah antargolongan. Ahok juga merasa tidak bersalah sehingga memberatkan hukumannya.