beritaangin.com – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah memberikan pengakuan resmi bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Malaysia prihatin dan menilai tindakan ini adalah pelanggaran berat terhadap hak-hak Rakyat Palestina dan hukum internasional.
“Malaysia sangat prihatin dengan laporan bahwa Amerika Serikat telah mengumumkan keputusannya untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel,” ujar pihak Kementerian Luar Negeri Malaysia dalam keterangannya yang diterima detikcom, Kamis (7/12/2017).
Foto Trump Akui Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel
“Ini akan memiliki dampak serius tidak hanya terhadap keamanan dan stabilitas kawasan ini, namun juga akan memicu sentimen, melakukan upaya untuk memerangi terorisme semakin sulit,” sambungnya.
Malaysia menegaskan, isu Yerusalem adalah penyebab inti persoalan Israel-Palestina. Otoritas Palestina meminta semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak mengakui adanya perubahan di perbatasan sebelum 1967, termasuk kaitannya dengan Yerusalem.
Malaysia mengatakan, setiap usaha untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, membangun atau memindahkan misi diplomatik ke kota itu, merupakan sebuah agresi terhadap umat Arab dan Islam. Di sisi lain, pengakuan semacam ini juga melanggar hak-hak umat Islam dan Kristen.
Hamas Sebut Keputusan Trump Soal Yerusalem akan ‘Buka Gerbang Neraka’
“Ini juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak nasional orang-orang Palestina, termasuk hak mereka untuk menentukan nasib sendiri dan pelanggaran berat terhadap hukum internasional bersamaan dengan resolusi Dewan Keamanan yang relevan: yaitu Resolusi No. 252 (1968), 267 (1969), 465, 476 dan 478 (1980), termasuk Resolusi 2334 (2016) baru-baru ini,” tulisnya.
Pihak Malaysia menegaskan, AS harus mempertimbangkan kembali keputusannya mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Termasuk juga agar tidak memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
“Pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel bukanlah pengakuan atas kenyataan di lapangan; Ini adalah ungkapan dukungan untuk kebijakan Israel, yang sebagian besar bertentangan dengan hukum internasional. Mungkin tidak benar,” tegas Malaysia.