Tantangan Berat Anies-Sandi di Pekan Pertama Menjadi Pemimpin DKI

Beritaangin.com – Anies Baswedan dan Sandiaga Uno resmi menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Keduanya dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada Senin (16/10) lalu.

Sebagai pejabat yang baru menduduki kursi empuk seorang pimpinan, seharusnya Anies-Sandi bisa bekerja dengan tenang.

Sekaligus beradaptasi dengan tugas-tugas baru, mengenal semua bawahannya, perbanyak koordinasi dan memantau ragam proyek yang ditinggalkan pendahulunya.

Namun yang terjadi sebaliknya. Di pekan pertama kepemimpinan mereka, Anies dan Sandi sudah di hadapkan sejumlah tantangan. Kesabaran dan kekompakan mereka diuji.

Sejak resmi dilantik, pasangan diusung Partai Gerindra dan PKS itu sudah dirongrong banyak pertanyaan kapan bisa mewujudkan janji semasa kampanye.

Seperti setop penggusuran, penutupan Hotel Alexis, hingga penghentian proyek reklamasi di Teluk Utara Jakarta.

Tak hanya itu, kantor Anies dan Sandi di Gedung Balai Kota DKI Jakarta mulai direcoki sejumlah massa yang berunjuk rasa.

Pada Rabu 18 Oktober kemarin, massa yang mengatasnamakan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) menuntut Anies dan Sandi bisa menaikkan upah buruh menjadi Rp 7 juta.

Tuntutan yang mereka suarakan bukan sekadar asal bicara. Mereka justru menagih janji Anies-Sandiaga semasa kampanye.

“Saya yakin gubernur kita menepati janji kampanyenya, katanya upah minimal Rp 7 juta. Kita harap itu terealisasi,” ujar Ketua Konfederasi Serikat Buruh Kamiparho, Alson Naibaho saat berorasi, Rabu (18/10).

Ujian lainnya, soal penampilan Sandi yang dianggap melanggar aturan tentang seragam dinas. Berniat tampil santai menggunakan sepatu kets ke kantor, Sandi dianggap tak patuh Pergub DKI No. 23 tahun 2016 tentang pakaian dinas itu turunan aturan Menteri Dalam Negeri No. 6 tahun 2016.

Sandi mengaku tidak tahu ada aturan soal tata cara mengenakan seragam dinas. Meski telah melakukan kekeliruan, Sandi tak mau menanggapi berlebihan.

“Undang-undang? Oh ya? Ini ‘pantofel’ sekarang yang bisa dipakai jalan,” kata Sandi saat kunjungan di SDN 03 Pagi Cawang, Jakarta Timur, Rabu (18/10).

Sandi beralasan, penggunaan sepatu kets supaya diterima di kalangan generasi millenial. “Biar kita relevan kalau enggak yang millenial bilang, ah norak, atau bukan gubernur zaman now,” kelakar Sandi saat ditemui di Taman Mini Indonesia Indah.

Lain dengan kisah Sandi, tantangan berat juga tengah dihadapi Anies. Dia dilaporkan ke polisi karena kata ‘pribumi’ yang dipakai saat pidato politik pertama usai pelantikan.

Sebagian orang menilai penggunaan kata pribumi oleh Anies menunjuk pada golongan tertentu. Apalagi, penggunaan kata pribumi itu sendiri sebenarnya sudah lama dilarang untuk digunakan kembali sejak dikeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 26 tahun 1998 oleh Presiden BJ Habibie. Aturan tersebut menjelaskan tentang penggunaan istilah pribumi dan non-pribumi.

Pelapor pertama adalah Banteng Muda Indonesia DKI Jakarta. Anies dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya pada pada Senin (16/10) kemarin.

Selang dua hari setelahnya, Anies kembali dilaporkan sekelompok orang yang mengatasnamakan Federasi Indonesia Bersatu.

“Sebenarnya ini tidak kita inginkan laporan ini, tapi sebagai gubernur terpilih harusnya lebih bijak, arif, mengayomi keseluruhan, bukan parsial, dia kan gubernur untuk semua, bukan hanya konstituennya,” ujar salah satu kuasa hukum kelompok itu Rinto Wardana saat dihubungi merdeka.com, Kamis (19/10).

Rinto melaporkan Anies ke Bareskrim Mabes Polri dengan nomor LP/1082/X/2017/Bareskrim tanggal 19 Oktober 2017.

Kata Rinto, pidato Anies sangat sensitif. “Ada juga undang-undang larangan diskriminasi dan ras, kemudian KUHP diatur pasal 157, undang-undang ITE juga 28 ayat dua. Yang sifatnya ras kan dilarang, kenapa seorang gubernur bicara begitu.

Harusnya pasca dilantik dia menenangkan semua pihak, mengkondusifkan perbedaan, situasi panas sejak pilkada. Tapi itu memantik kembali. Akhirnya dia mau bangun Jakarta atau berpolemik seperti itu,” jelasnya.

Sebenarnya, beberapa saa sebelum dirinya dipolisikan, Anies sudah memberikan klarifikasi atas pidatonya yang kemudian menuai polemik. Dia menjelaskan istilah ‘pribumi’ tersebut digunakan pada konteks penjajahan.

“Karena saya menulisnya pada era penjajahan dulu karena Jakarta kota yang paling merasakan, kalau kota-kota lain itu nggak merasakan Belanda secara dekat,” kata Anies di ruang Pola, Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (17/10).

Pidato yang dia sampaikan, lanjut Anies, sebenarnya mencerminkan kota Jakarta saat di jajah Belanda. Karena wilayah-wilayah lain di Indonesia tidak merasakan dijajah Belanda secara langsung.

“Pokoknya itu digunakan untuk menjelaskan era kolonial Belanda karena itu memang kalimatnya di situ,” jelasnya.

Meski beragam masalah terus menguji keduanya, Anies dan Sandi tetap beraktivitas seperti biasanya di Balai Kota.

Updated: Oktober 20, 2017 — 12:51 am

Tinggalkan Balasan

PREDIKSIGERHANA.BIZ|Prediksi Togel AKURAT|ANGKA JITU|MASTER JITU|SYAIR LENGKAP|LIVEGAMES IDNPLAY| Info Judi Online Frontier Theme