beritaangin.com – Sebanyak 10 balon udara disita sejak hari raya Idul Fitri, Minggu (25/6/2017) lalu di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Ada 2 laporan terkait penerbangan balon yang akan ditindak lanjuti oleh kepolisian setempat.
Hal itu diungkapkan Kapolres Wonosobo, AKBP Muhammad Ridwan ketika Kepala Otoritas Bandara Wilayah III, Dadun Kohar yang didampingi General Manager Perum LPPNPI Airnav Indonesia cabang Pratama Semarang, Kristanto melihat barang bukti balon di Mapolres Wonosobo.
Ridwan mengatakan balon-balon tersebut disita mulai hari H Lebaran hingga H+2. Ada balon yang disita dan ada yang sudah dimusnahkan. Ada 2 laporan yang prosesnya bisa dinaikan menjadi penyidikan.
“Dari sekian banyak barang-bukti yang dikumpulkan, ada 2 laporan yang bisa ditindak hingga penyidikan. Kita tetap berhubungan dengan AirNav sebagai saksi ahli dalam hal ini,” kata Ridwan, Jumat (30/6/2017).
Sementara itu Dadun Kohar menjelaskan penerbangan balon besar yang sudah menjadi tradisi di Wonosobo itu sangat berbahaya tidak hanya untuk penerbangan, namun juga aliran listrik karena bisa menimbulkan kebakaran di pemukiman.
“Kalau nyantol di listrik tegangan tinggi maka seluruh kota listriknya akan mati. Kalau di pemukiman akan terbakar, korbannya masyarakat juga. Demikian pula kalau di udara bertemu pesawat. Saya himbau mari mulai hari ini kita sama-sama hentikan,” tandas Dadun.
Namun Dadun memahami kegiatan yang sudah menjadi tradisi saat Idul Fitri itu tidak mungkin dihentikan seketika. Oleh sebab itu akan dicari jalan keluar agar tradisi tetap berjalan dan masyarakat bisa menikmatinya tanpa mengganggu keselamatan orang lain.
“Karena sudah jadi tradisi, kami bersama teman perhubungan berpikir, cari alternatif dan solusi sehingga bisa disalurkan lebih positif lagi. Kami bersama AirNav dan Kemenhub akan berdiskusi bagaimana langkah-langkah agar masyarakat sadar tapi juga bisa menikmati kegiatan menerbangkan balon udara,” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan penerbangan balon yang sudah menjadi tradisi di beberapa daerah merupakan kearifan lokal sehingga pelarangan juga harus didampingi solusi tanpa menghilangkan tradisi itu sendiri.
“Kita akan manage bagaimana ke depan agar menjadi suatu kegiatan wisata, kita tentukan tempatnya, ketinggian kita tentukan dengan kualifikasi tertentu agar tidak mengganggu,” kata Budi Karya hari Kamis (29/6) kemarin.